Selasa, 01 Januari 2013

Asal Usul Desa Pomahan


DESA POMAHAN

Di desa Pomahan Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro, yang terletak di sebelah barat baureno. Kurang lebih 5 km, terdapat suatu makam kuno yang tergolong keramat khususnya bagi pegawai negeri.
Sampai sekarang untuk pegawai negeri yang sekiranya sudah mengerti, tentu tidak akan berani menginjak dekat makan tersebut, lebih-lebih masuk ke dalamnya. Tetapi bagi meraka yang belum mengerti, kalau tidak bertanya-tanya terlebih dahulu, biasanya mendapatkan halangan entah diberhentikan, diskors atau mendapat halanganhalangan lain.
Berdasarkan cerita dari orang-orang tua, di desa tersebut terd apat makam Demang Sosrobahu (Demang dari Negara Werkotho), ketika lari karena kalah perang dengan bala tentara dari Mataram. Adapun makam tersebut dikenal dengan nama makam Mbah Dempok, yang berarti bahwa ia berlari sampai mati tidak dapat lagi melanjutkan perjalanan.
 Cerita mengenai makam Mbah Dempok di desa pomahan tersebut juga terdapat hubungan dengan berdirinya desa Baureno, Desa Blongsong, Dukuh Talun, makam Mbah Mijil dan Desa Tulung di Kecamatan Kepuhbaru.
Adapun asal mula makam-makam di desa-desa, menurut orang-orang tua dan sesepuh di sekitar desa diceritakan:

Pada jaman itu di Kerajaan Mataram dipimpin oleh seorang raja  bergelar Sultan Mangkurat yang mengadakan persekutuan dengan pemerintah  Hindia Belanda di Batavia.
Sri Sultan dikaruniai seorang putra dan dua  putri, yaitu : Nyai BandiPangeran Danu Sumitro  dan Putri Kinasih.
Karena Sri Sultan sudah mulai tua, maka Sang Sultan mengharapkan Pangeran Danu Sumitro dapat menggantikan kedudukannya. Namun satu-satunya Putra Mahkota Kerajaan Mataram itu  tidak mau melanjutkan kepemimpinan Ayahandanya untuk menjadi Raja di Mataram dan bertekad tidak ingin melaksanakannya. Kemudian Sang Pangeran meninggalkan Mataram.

Kepergian Pangeran Danu dari Praja Mataram mendapat pertentangan yang  sangat hebat dari ayahandanya, walau Pangeran Danu meninggalkan Praja dengan cara baik-baik  sungkem dan memohon restu namun Sang Raja tetap tidak memberikan  ijin, bahkan  saat   keberangkatannya sempat di hadang prajurit utama kerajaan atas perintah Ayahandanya. Namun dengan sekali gebrak prajurit-prajurit itu roboh dan bergelimpangan di tanah.
 Pangeran Danu bukan orang sembarangan sejak, kecil sudah di latih olah kanuragan . Satu-satunya anak laki-laki sekaligus Sebagai seorang Putra Mahkota yang sejak awal sudah dipersiapkan matang-matang dan kelak menggantikan kedudukan Ayahandanya menjadi Raja.
Akhirnya dengan berat hati Sultan Amangkurat merelakan putranya meninggalkan  Mataram namun dengan satu sarat harus ditemani Tumenggung Surengrono dan Nyai Alap Alap juga  prajurit.



Diceritakan sesudah keberangkatanan Pangeran Danu Sumitro dan Tumenggung Surengrono, Istana Mataram didatangi pencuri yang saktimandraguna bernama Sontoboyo, yang berasal dari Madura. Kesaktian pencuri itu diantaranya mampu berubah wujud, pada malam  hari menjadi buaya. Tetapi jika malam hari ia berubah menjadi manusia kembali. Saat menjadi manusia sering melakukan tindakan-tindakan asusila dan perbuatan adigang-adigung yang nerugikan masyarakat. Dengan ilmu panglimunannya Sontoboyo mampu menghilang dan dapat masuk di keputrian untuk mengumbar hawa nafsunya, melakukan perbuatan zina tanpa seorangpun yang mengetahuinya.
Perbuatan yang tidak baik layaknya menyimpan bangkai, serapat-rapatnya ia menyimpan pada akhirnya berbau juga. Lama- lkelamaan perbuatan pencuri itu tercium diketahui oleh Sri Sultan. Namuni karena Sang Putri sudah terlanjur jatuh cinta, maka Sri Sultan merasa sulit untuk memberikan hukuman dalam memutuskan perkara tersebut
            Akhirnya pencuri sakti yang bernama Sontoboyo itu diperintahkan untuk pergi ke Negara Werkhoto. Untuk meminta Putranya (Danu Sumitro) yang sudah menjadi raja di Negara Werkotho dan Patih Surengrono dengan seluruh prajuritnya kembali ke Mataram. apabila  berhasil melaksanakan perintah raja, si pencuri itu diakui menjadi putranya, sedangkan apabila tidak dapat maka akan dijatuhi hukuman mati. Sontoboyo lalu berangkat dengan disertai dengan bala tentara dari Mataram.
Ringkas cerita, Sontoboyo beserta bala tentaranya itu sampalah di Negara Werkhoto, dan bertemu dengan Patih Surengrono. Dalam pertemuan itu terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan yang menjadikan sebab terjadinya  peperangan dari  kedua orang sakt tui. Pada saat peperangan tersebut, Sontoboyo berhasil diikat dan dilemparkan ke sungail. Tetapi tidak  kemudian berubahlah Sontoboyo menjadi buaya putih" dan menyerang Patih Surengrono. Ki patih yang terlena akhirnya ia tergigit oleh buaya tersebut.
Melihat keadaan musuhnya yang terluka itu, bala tentara Mataram berniat ingin membunuhnya, tetapi Ki patih dapat menghindari dengan merangkak  menjauhi buaya itu. Saat itulah Patih Surengrono berkesempatan mencabut kerisnya kemudian digariskan ke tanah yang dilewatinya.
Pada saat itu terjadilah keanehan, ketika bala tentara Mataram melangkah di atas tanah bekas garis- goresan keris Patih Surengrono tersebut, seketika prajurit-prajurit itu menjadi bingung dan gelap penglihatannya, matanya menjadi kabur (baur) tidak tahu lagi kemana larinya Patih Surengrono. Nah, di tempat itulah sekarang bernama desa baureno.
            Pelarian Patih Surengrono dari tempat peperangan sampailah di suatu tempat. Sang Patih sudah tidak dapat melanjutkan perjalanannya lagi, karena terlalu banyak darah yang keluar dan akhirnya ia meninggal di tempat it.. Jenazahnya dimakamkan di desa itu, dan yang sekarang disebut dengan makam “Mbah Mijil”
Melihat musuhnya lari, Sontoboyo berusaha mengejar. Akan tetapi setelah ia menginjak tanah yang digaris Patih Surengrono dengan kerisnya yang ampuh itu Sontoboyo  matanya menjadi kabur dan kehilangan jejak, tidak tahu lagi kemana larinya Patih Surongrono. Karena lelah, lalu itu ia istirahat di sebelah utara alun-alun Werkotho. Sekarang tempat tersebut Desa Talun. Karena sudah tidak lagi berjumpa dengan musuhnya, maka Sontoboyo langsung pergi ke Istana Werkotho. Sesudah berjumpa dengan pangeran Danu Sumitro dan Nyai Bandi lalu menyampaikan maksudnya, agar Pangeran bersedia diajak kembali bersama-sama. Ke Mataram.
Pangeran Danu Sumitro  menyanggupi, tetapi sang Pangeran dan Nyai Bandi ijin akan mandi terlebih dahulu, sedangkan Sontoboyo diperintahkan menunggu di pintu gerbang. Suatu hal yang ajaib terjadi, sesampainya di danau dua orang itu hilang dan tidak diketahui keberadaannya.
Prajurit Werkhoto mengamuk, sekuat tenaga melawan bala tentara mataram hinggatitik  darah penghabisan,karena prajurit Werkhoto tinggal sedikit maka meraka kalah, sedangkan yang lain lari menghindari peperangan. 
Nyai Alap-Alap berlari ke selatan, dan sesudah sampai di hutan dia tidak kuat lagi melanjutkan perjalanan. Dia minta tolong,tapi karena jauh dari tempat kediaman dan memang di tengah hutan, maka Kyai Alap-Alap tidak ada yang menolong, sampai akhirnya meninggal dan di makamkkan di situ. Tempat itu serang dinamakan desa Tulung.
Surengrono berlari ke utara, dan akhirnya sampailah di desa pomahan. Di tempat itu terpaksa dia tidak dapat melanjutkan perjalanan dan akhirnya meninggal. Jasadnya dimakamkan di situ  kemudian tempat itu dikenal dengan nama Dempok. Ada larangan untuk pegawai negeri untuk jangan sampai masuk ke tempat itu.
Para prajurit Werkhoto habis, maka Sontoboyo menjemput bala tentara Mataram, dan diperintahkan kembali untuk menyampaikan laporan pada Sultan.Sontoboyo merasa malu terhadap Sri Sultan dan diapun memutuskan untuk kembali ke Madura, karena tidak berhasil menyelesaikan tugas membawa pulang musuhnya baik hidup maupun mat ke Matarami.
Suatu hal yang ajaib, sesampainya di muara sungai Solo dan akan menyeberangg ke Madura perahunya karam, bahkan si Sontoboyo kembali menjadi buaya putih.
Hingga sekarang saat sungai bengawan solo meluap/banjir, biasanya buaya putih itu akan muncul. Menunjukkan bahwa dia akan datang untuk minta maaf kepada Mbah Dempok yang berada di desa Pomahan. Dan banjir tersebut tidak akan surut sebelum Sontoboyo kembali ke sungai bengawan solo.