Di desa Pomahan Kecamatan Baureno Kabupaten
Bojonegoro, yang terletak di sebelah barat baureno. Kurang lebih 5 km, terdapat
suatu makam kuno yang tergolong keramat khususnya bagi pegawai negeri.
Sampai sekarang untuk pegawai negeri yang sekiranya
sudah mengerti, tentu tidak akan berani menginjak dekat makan tersebut,
lebih-lebih masuk ke dalamnya. Tetapi bagi meraka yang belum mengerti, kalau
tidak bertanya-tanya terlebih dahulu, biasanya mendapatkan halangan entah
diberhentikan, diskors atau mendapat halangan—halangan lain.
Berdasarkan cerita dari orang-orang tua, di desa
tersebut terd
apat makam Demang Sosrobahu (Demang dari Negara Werkotho), ketika lari karena kalah perang dengan bala tentara dari Mataram. Adapun makam tersebut
dikenal dengan nama makam Mbah Dempok, yang berarti bahwa ia berlari sampai
mati tidak dapat lagi melanjutkan perjalanan.
Cerita mengenai makam Mbah Dempok di desa pomahan tersebut
juga terdapat hubungan dengan berdirinya desa Baureno, Desa Blongsong, Dukuh
Talun, makam Mbah Mijil dan Desa Tulung di Kecamatan Kepuhbaru.
Adapun asal mula makam-makam di desa-desa, menurut orang-orang
tua dan sesepuh di sekitar desa diceritakan:
Pada jaman itu di Kerajaan Mataram dipimpin oleh seorang raja
bergelar Sultan Mangkurat yang
mengadakan persekutuan dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia.
Sri Sultan dikaruniai seorang putra dan dua
putri, yaitu : Nyai Bandi, Pangeran Danu Sumitro dan Putri Kinasih.
Karena Sri Sultan sudah mulai tua, maka Sang Sultan mengharapkan Pangeran Danu Sumitro dapat
menggantikan kedudukannya. Namun satu-satunya Putra Mahkota
Kerajaan Mataram itu tidak mau melanjutkan kepemimpinan
Ayahandanya untuk menjadi Raja di Mataram dan
bertekad tidak ingin melaksanakannya. Kemudian Sang Pangeran meninggalkan Mataram.
Kepergian Pangeran Danu dari
Praja Mataram mendapat pertentangan yang
sangat hebat dari ayahandanya, walau Pangeran Danu meninggalkan Praja
dengan cara baik-baik sungkem dan
memohon restu namun Sang Raja tetap tidak memberikan ijin, bahkan
saat keberangkatannya sempat di
hadang prajurit utama kerajaan atas perintah Ayahandanya. Namun dengan sekali
gebrak prajurit-prajurit itu roboh dan bergelimpangan di tanah.
Pangeran Danu bukan orang sembarangan sejak,
kecil sudah di latih olah kanuragan . Satu-satunya anak laki-laki sekaligus
Sebagai seorang Putra Mahkota yang sejak awal sudah dipersiapkan matang-matang
dan kelak menggantikan kedudukan Ayahandanya menjadi Raja.
Akhirnya dengan berat hati Sultan
Amangkurat merelakan putranya meninggalkan
Mataram namun dengan satu sarat harus ditemani Tumenggung Surengrono dan
Nyai Alap Alap juga prajurit.
Diceritakan sesudah keberangkatanan Pangeran Danu Sumitro dan Tumenggung
Surengrono, Istana Mataram didatangi pencuri yang
saktimandraguna bernama Sontoboyo, yang berasal dari Madura. Kesaktian
pencuri itu
diantaranya mampu berubah wujud,
pada malam hari menjadi
buaya. Tetapi jika malam hari ia berubah menjadi manusia kembali. Saat menjadi manusia sering
melakukan tindakan-tindakan asusila dan perbuatan adigang-adigung yang
nerugikan masyarakat. Dengan ilmu panglimunannya Sontoboyo mampu menghilang dan dapat masuk di “keputrian” untuk
mengumbar hawa nafsunya, melakukan perbuatan zina tanpa seorangpun yang
mengetahuinya.
Perbuatan yang tidak baik
layaknya menyimpan bangkai, serapat-rapatnya ia menyimpan pada akhirnya berbau
juga. Lama-“ l”kelamaan perbuatan pencuri itu tercium diketahui oleh Sri
Sultan.
Namuni karena Sang Putri sudah terlanjur jatuh cinta, maka Sri Sultan merasa sulit untuk
memberikan hukuman dalam
memutuskan perkara tersebut
Akhirnya pencuri sakti yang bernama Sontoboyo itu
diperintahkan untuk pergi ke Negara Werkhoto. Untuk meminta Putranya (Danu
Sumitro) yang sudah menjadi raja di Negara Werkotho dan Patih Surengrono dengan
seluruh prajuritnya kembali ke Mataram. apabila berhasil melaksanakan perintah raja, si
pencuri itu diakui menjadi putranya, sedangkan apabila tidak dapat maka akan dijatuhi hukuman mati. Sontoboyo lalu berangkat dengan
disertai dengan bala tentara dari Mataram.
Ringkas cerita, Sontoboyo beserta bala tentaranya
itu sampalah di Negara Werkhoto, dan bertemu dengan Patih Surengrono. Dalam pertemuan itu terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan yang menjadikan sebab terjadinya peperangan dari kedua orang
sakt tui. Pada saat
peperangan tersebut, Sontoboyo berhasil diikat dan dilemparkan ke sungail. Tetapi tidak kemudian
berubahlah Sontoboyo menjadi “buaya putih" dan menyerang Patih Surengrono. Ki patih yang terlena
akhirnya ia tergigit oleh buaya tersebut.
Melihat keadaan musuhnya yang terluka itu, bala
tentara Mataram berniat ingin membunuhnya, tetapi Ki patih dapat menghindari dengan merangkak menjauhi
buaya itu. Saat itulah Patih Surengrono berkesempatan mencabut kerisnya kemudian digariskan ke tanah yang dilewatinya.
Pada saat itu terjadilah keanehan, ketika bala tentara Mataram melangkah di atas tanah bekas garis- goresan keris Patih Surengrono tersebut, seketika prajurit-prajurit itu
menjadi bingung dan gelap penglihatannya, matanya menjadi kabur (baur)
tidak tahu lagi kemana larinya Patih Surengrono. Nah, di tempat itulah sekarang bernama desa baureno.
Pelarian Patih Surengrono dari
tempat peperangan sampailah di suatu
tempat. Sang
Patih sudah tidak dapat melanjutkan perjalanannya lagi, karena terlalu banyak darah yang keluar dan
akhirnya ia meninggal
di tempat it.. Jenazahnya dimakamkan di desa
itu, dan yang sekarang disebut dengan makam
“Mbah Mijil”
Melihat musuhnya lari, Sontoboyo berusaha
mengejar. Akan tetapi setelah ia menginjak tanah yang digaris Patih Surengrono dengan kerisnya yang ampuh itu Sontoboyo matanya menjadi kabur dan kehilangan jejak,
tidak tahu
lagi kemana larinya Patih Surongrono.
Karena
lelah, lalu itu ia istirahat di sebelah
utara alun-alun Werkotho. Sekarang tempat tersebut Desa Talun. Karena sudah
tidak lagi berjumpa dengan musuhnya, maka Sontoboyo langsung pergi ke
Istana Werkotho. Sesudah berjumpa dengan pangeran
Danu Sumitro dan Nyai Bandi lalu menyampaikan maksudnya, agar
Pangeran bersedia diajak kembali bersama-sama. Ke Mataram.
Pangeran Danu Sumitro
menyanggupi, tetapi sang Pangeran dan Nyai Bandi ijin akan mandi terlebih dahulu, sedangkan Sontoboyo diperintahkan menunggu
di pintu gerbang. Suatu hal yang ajaib terjadi, sesampainya
di danau dua orang itu hilang dan tidak diketahui keberadaannya.
Prajurit Werkhoto mengamuk, sekuat tenaga melawan bala tentara
mataram
hinggatitik darah penghabisan,karena prajurit Werkhoto tinggal sedikit maka
meraka kalah, sedangkan yang lain lari menghindari peperangan.
Nyai Alap-Alap berlari ke selatan, dan sesudah
sampai di hutan dia tidak kuat lagi melanjutkan perjalanan. Dia
minta tolong,tapi karena jauh dari tempat kediaman dan memang di tengah hutan,
maka Kyai Alap-Alap tidak ada yang menolong, sampai akhirnya meninggal dan di
makamkkan di situ. Tempat itu serang dinamakan desa
Tulung.
Surengrono berlari ke utara, dan akhirnya sampailah di desa
pomahan. Di tempat itu terpaksa dia tidak dapat melanjutkan
perjalanan dan akhirnya meninggal. Jasadnya dimakamkan di situ kemudian tempat itu dikenal dengan nama Dempok. Ada larangan untuk pegawai negeri untuk jangan
sampai masuk ke tempat itu.
Para prajurit Werkhoto habis, maka Sontoboyo
menjemput bala tentara Mataram, dan diperintahkan kembali untuk menyampaikan
laporan
pada Sultan.Sontoboyo merasa malu terhadap Sri Sultan dan diapun memutuskan untuk kembali ke Madura,
karena tidak berhasil menyelesaikan tugas membawa pulang musuhnya baik hidup maupun mat ke Matarami.
Suatu hal yang ajaib, sesampainya di muara sungai
Solo dan akan menyeberangg ke Madura perahunya karam, bahkan si Sontoboyo
kembali menjadi buaya putih.
Hingga sekarang saat sungai bengawan solo meluap/banjir, biasanya buaya
putih itu akan muncul. Menunjukkan bahwa dia akan datang untuk minta maaf kepada Mbah
Dempok yang berada di desa Pomahan. Dan banjir tersebut tidak akan surut
sebelum Sontoboyo kembali ke sungai bengawan solo.
Yg kehilangan dompet isi ktp stnk an M As'ad Humam dusun godang, desa pomahan kec baureno silahkan ambil di perum griyaloka jatiklang krian sidoarjo ke P fran/buk Kris
BalasHapusPatih Sureng Rono itu di Mbah mijil atau Mbah dempok kok ada dua cerita dalam satu artikel di atas di sebutkan Patih Sureng Rono kehabisan darah dan jenazahnya di makamkan di situ kemudian di sebut makam Mbah mijil, tapi di akhir ulasan Patih Sureng Rono lari ke Utara dan sampai di desa pomahan dan mati kemudian makamnya di sebut makam Mbah dempok, kenapa dua alur yang berbeda dalam satu tulisan jadi di mana makam Patih Sureng Rono di Mbah mijil atau Mbah dempok ,mohon di jelaskan
BalasHapusSepemikiran...mengkaji tulisan yang atas, menurut saya mbh Dempok itu apakah nggak Demang Sosrobahu ya...
BalasHapus