Selasa, 09 Desember 2014

Purnama Sastra Bojonegoro 04

 
 
JFX. Hoery:
BOJONEGORO TAMBAH REGENG.
Bojonegoro saiki tambah regeng anane pentas seni nir laba. Sawise Purnama sastra Bojonegoro kang kagelar saben malem rembulan purnama (senajan mangsa udan, rembulane ora ketok), lan wis lumaku kaping 4, saiki para kadang pendhemen budaya , saben malem Jumat minggu ka2 saben wulan bisa mirsani lan pentas seni ing pendapa Budpar Bojonegoro, kang dipandhegani komunitas Sayap Jendela, kanthi juluk MALAM LABORATORIUM-SAYAP JENDELA. Yen PSB manggone pindhah-pindhah wiwit kutha tekan ngadesa-desa (sing siaga kanggonan), ML-SJ netep. Selamat Kanjeng Masnoen.:

Foto Burhanudin Joe.






Muh. Subeki
Pemilik Griya MCM Bojonegoro
Tuan rumah PSB "Purnama Sastra Bojonegoro 04
Siap membantu dan memfasilitasi seniman yang ada di kota ledre ini
bahkan untuk saat ini sedang membangun WAPRES "Warung Apresiasi" siapapun dan seni apapun bisa pentas kapanpun.

Kang Dadang MC
Seniman yang sekaligus guru Seni Budaya di SMKN 2 Bojonegoro
sedang mewancarai pembaca puisi pertama
siswi SMK PGRI Bojonegoro

Emi Sudarwati 
 "Purnama Sastra 4 di MCM berjalan lancar, meski diiringi guyuran hujan"
Membacakan satu judul dari kumpulan Cerkanya "Ngilon"
  


Musikalisasi Puisi Puisi
"Rerasa Nunggal Rasa"
Guru-guru Taman Kanak-Kanak
Hindah Setyoningsih, Guru TK Kartini Bojonegoro
Siti Mulyani, Guru TK Pertiwi Bojonegoro
Erlin Mis'idati TK Dharma Wanita Balenrejo
Mas Yanto MYM,  Sang Sutradara sekaligus penabuh gamelan
bersama Burhanudin dan KI Slamet Santoso


Kelompok "Thuthak Thuthuk Gathuk"



Kang Anas AG
"Purnama Sastra Bojonegoro sudah melewati masa kritis
PSB sudah sampai pada jilid 04
hujan bukan sebuah halangan, buktinya walau hujan tiada henti PSB berjalan lancar
"Terimakasih semuanya"



Mas Yanto Myk.
saat membacakan geguritannya "Samin"


Mas Masnun
lantunkan lagu sisa banjir


Saat membacakan Guritnya "Atas Anin"


"ngik n ngok....diacara Purnama Sastra Jilid 4 di MCM Hotel n Resto" 
Musikalisasi Puisi

"Asyiknya kebersamaan semalam bisa berekspresi meski hy mewakili atas nama RSJ dlm musikalisasi puisi di acr Purnama Sastra...semangat meski diguyur hujan"
" Membangun kesadaran utk berkomunitas yang menyegarkan tanpa memandang siapa figur dibaliknya............‪#‎seniagawerukun‬"
 
  Sinta atau Cinta
dari "Sindikat Baca" Bojonegoro membacakan sepenggal cerpenya
Timur Budi Raja
Musikalisasi Puisi 


  Gampang Prawoto

G u R I T    S U L U K

nalika
dadi  dhalang
sulukmu  ngelik, ngongang, ngumandhang
brantayudha  tinandur jroning dhadha
pangalembana  marang pandhawa
panyandra ala mring bala kurawa

yogene
nalikane dhapuk wayang
suluk-sulukmu banter ringkike jaran
nyruput kopi ndodhog  cempala
nyulet udut  njejak  kempyak
saka warung siji menyang warung liyane

ana ngendi
kelir pawayanganmu
nalikane debog-debog  bacut bosok
blencong ora bisa nyipta  ayang-ayang
mbedakake becik klawan ala.

Bojonegoro, 29112014
 
 " PSB manggone pindhah-pindhah wiwit kutha tekan ngadesa-desa"
 
Yonathan Rahardjo
Semalam saya mengungkap di diskusi penghujung Acara Purnama Sastra Bojonegoro ke-4 bahwa seniman-seniman Bojonegoro umumnya berintelenjesia tinggi. Tidak hanya yang hadir pada acara bulanan saat malam bulan purnama itu, tapi juga yang tidak hadir dan berkegiatan di luarnya. IQ (intelligence quotient) berkesenian setidaknya. Rata-rata memang demikian dan ini didukung oleh amunisi yang didapat di mana-mana di luar Bojonegoro. Setelah keluar Bojonegoro mereka kembali dengan amunisi tidak main-main itu! Ambillah contoh Anas Ag yang balik ke Bojonegoro dengan amunisi dari Fakultas Sastra UGM dan aktivitasnya di Balairung media mahasiswa sastra UGM. Masnoen, Dadang pelukis, Gampang Prawoto sastrawan Jawa, Herry Abdi Gusti sastrawan Jawa, dan lain-lain ... Tambah pula yang tidak keluar Bojonegoro tapi menekuni amunisinya dalam kota secara konsisten di dalam kota, seperti sejumlah nama yang kini bercokol dalam dunia kesenian di Bojonegoro. Keragaman IQ tinggi berkesenian ini rupanya tak serta-merta membawa iklim berkesenian Bojonegoro kondusif dalam beberapa kepengurusan Dewan Kesenian Bojonegoro bahkan kini Dewan Kebudayaan Bojonegoro. Apa pasal? Rupanya benar kata orang, orang ber IQ tinggi rata-rata kurang EQ (Emotional Quotient) yang berhuibungan dengan masalah bersosial dengan orang lain. Makanya dibilang orang ber-IQ tinggi rata-rata egois. Dan nyatanya demikian dalam hubungan aktivitas berkesenian di Bojonegoro. Kerjasama yang dijalin rata-rata tidak membangun dunia kesenian dan kebudayaan sebagai suatu kegiatan bersama yang dimilki bersama. Alias, jalan sendiri-sendiri sesuai mau pelakunya sendiri-sendirinya. Terfragmentasi di wilayah masing-masing, sedang kerjasama dan kerja bersama di DKB yang dibangun sebagai wadah bersama: mandeg. 
 
Meski mandeg wadah bersamanya, bukan berarti kegiatan berkesenian masing-masing berhenti. Ya, mereka aktif setidaknya di komunitas masing-masing. Dan pada acara-acara tertentu mereka bertemu dan terjadi saling irisan kegiatan. Lomba, festival, acara perayaan dan peringatan hari-hari penting tertentu, misalnya. Dan kini selama empat (4) bulan berturut-turut, Purnama Sastra Bojonegoro menjadi oase yang menyegarkan para pegiat kesinian dan sastra ini. Tidak berupa bentuk organisasi kaku namun cair. Tanpa kepengurusan, semua yang hadir dan terlibat di dalamnya dapat memiliki. Purnama Sastra bojonegoro benar-benar menjadi wadah bersama tanpa ikatan yang membelenggu dan dapat hidup tanpa tergantung pada instansi tertentu apalagi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Setiap orang dapat ketempatan acara dan bertindak sebagai tuan rumah sekaligus menyediakan konsumsi ala kadarnya, bahkan air saja pun tidak masalahnya. Acara diberlangsungkan sesederhana mungkin dengan gelaran di atas tikar di bawah temaram lampu atau bahkan tidak, di bawah sinar bulan purnama. Atau di dalam ruang tertutup kala hujan membasahi bumi. Kegiatan sebulan sekali setiap tanggal Jawa saat bulan sedang bersinar purnama atau meskipun dihalang mendung dan hujan sekalipun. Dan mereka dapat menampilkan segala macam pembacaan karya sastra dan kesenian lain. Perayaan dan apresiasi menjadi sifat Purnama Sastra ini. Siapapun dapat tampil tanpa memandang klas dan kualitas berkeseniannya. Yang penting maju dan berkarya. Namun disadari soal kualitas akan mengikuti dengan sendirinya dalam kebersamaan ini. Masing-masing ada kemampuan untuk menilai karya masing-masing yang ditampilkan dan secara alami ada kemauan dan perbaikan untuk penampilan-penampilan selanjutnya pada Purnama Sastra-Purnama Sastra berikutnya. Ya, hal ini sangat bersifat alami. Sekaligus dapat beredusir aroma tidak sedap selama ini dalam sejarah kesenian di Bojonegoro yang penuh dengan egoisme dari para pelaku yang secara individual ber-IQ tinggi tersebut.

Budaya yang tumbuh dan ditumbuhkan dalam Purnama Sastra Bojonegoro memang bukan budaya fragmentasi dan persaingan tidak sehat antar kubu berdasar nyinyirisme suka atau tidak suka yang telah merobek kebersamaan dalam kepengurusan DKB-DKB sebelumnya bahkan sekarang. Budaya yang bertumbuh secara alami di sini adalah budaya apresiasi dan berkarya tanpa perbedaan. Budaya ini rupanya solusi untuk kekinian Bojonegoro yang lebih kompleks dan plural dari segala sisi kehidupan di masyarakat. Dengan berkarya dan apresiasi secara alami masing-masing terdorong untuk membuat karya yang lebih bagus. Tumbuh dalam semangatnya mengikuti kesadaran bahwa di luar Bojonegoro dunia kesenian dan kebudayaan pun berkembang dan bergerak. Yang dihadapi para seniman dan pekerja seni dan sastrawan Bojonegoro bukan hanya antar mereka sendiri tapi juga di luar kota, provinsi, nasional dan global. Menempatkan peta Bojonegoro (dalam hal ini kesenian, kebudayaan dan sastra) layak dan patut dalam skala global, bukan lokal dalam satu kabupaten Bojonegoro tapi berhadapan dan berhubungan dengan daerah lain bahkan skala nasional dan global itu! Energi yang mengarah ke sini akan mereduksi energi negatif antar golongan dan kelompok yang membunuh daya hidup hanya karena soal proyek kesenian berdana pemerintah, dan sejenisnya yang selama ini terbukti nyata ada di kota agraris yang menyilih rupa menjadi kota industri minyak ini. Hal ini masih mungkin terjadi tapi tak begitu lagi terlalu menyakiti para pelaku yang punya cara pandang baru dan lebih luas dalam menghadapi pergerakan jaman. Kualitas yang terbangun dengan sendirinya dengan jam terbang tinggi dalam Purnama Sastra-Purnama Sastra mempertebal iman dan takwa berkesenian dan bersastra. Meski tidak terlisankan ajang pendadaran kualitas, pasti ada penilaian mutu guna perbaikan diri dalam diri masing-masing pelaku seni budaya sastra. Dan mereka tetap aman dan nyaman dalam kebersamaan, mengekspresikan diri dan menebus rindu setiap bulan untuk bersama melakoni dan menghayati seni dan apresiasinya. Satu bulan cukup untuk rentang waktu menumbuhkan kerinduan ini. Setelah masing-masing berkiprah, berpeluh lelah dan berdarah-darah dalam mata pencaharian masing-masing di habitat masing-masing, sebuah malam bulan purnama cukup untuk memberi gelaran yang melegakan kebutuhan rohani dan spirit dalam kebersamaan yang menghidupkan. Ya, ini berkat di sini ada kebersamaan, peningkatan kualitas secara alami (yang bermanfaat secara luas dalam segala bidang kehidupan juga secara luas) dan juga ada regenerasi.
Yonathan Rahardjo
 

 
 







1 komentar: