BOJONEGORO TAMBAH REGENG.
Bojonegoro saiki tambah regeng anane
pentas seni nir laba. Sawise Purnama sastra Bojonegoro kang kagelar
saben malem rembulan purnama (senajan mangsa udan, rembulane ora ketok),
lan wis lumaku kaping 4, saiki para kadang pendhemen budaya , saben
malem Jumat minggu ka2 saben wulan bisa mirsani lan pentas seni ing
pendapa Budpar Bojonegoro, kang dipandhegani komunitas Sayap Jendela,
kanthi juluk MALAM LABORATORIUM-SAYAP JENDELA. Yen PSB manggone
pindhah-pindhah wiwit kutha tekan ngadesa-desa (sing siaga kanggonan),
ML-SJ netep. Selamat Kanjeng Masnoen.:
Muh. Subeki
Pemilik Griya MCM Bojonegoro
Tuan rumah PSB "Purnama Sastra Bojonegoro 04
Siap membantu dan memfasilitasi seniman yang ada di kota ledre ini
bahkan untuk saat ini sedang membangun WAPRES "Warung Apresiasi" siapapun dan seni apapun bisa pentas kapanpun.
Kang Dadang MC
Seniman yang sekaligus guru Seni Budaya di SMKN 2 Bojonegoro
sedang mewancarai pembaca puisi pertama
siswi SMK PGRI Bojonegoro
"Purnama Sastra 4 di MCM berjalan lancar, meski diiringi guyuran hujan"
Membacakan satu judul dari kumpulan Cerkanya "Ngilon"
Musikalisasi Puisi Puisi
"Rerasa Nunggal Rasa"
Guru-guru Taman Kanak-Kanak
Hindah Setyoningsih, Guru TK Kartini Bojonegoro
Siti Mulyani, Guru TK Pertiwi Bojonegoro
Erlin Mis'idati TK Dharma Wanita Balenrejo
Mas Yanto MYM, Sang Sutradara sekaligus penabuh gamelan
bersama Burhanudin dan KI Slamet Santoso
Kelompok "Thuthak Thuthuk Gathuk"
Kang Anas AG
"Purnama Sastra Bojonegoro sudah melewati masa kritis
PSB sudah sampai pada jilid 04
hujan bukan sebuah halangan, buktinya walau hujan tiada henti PSB berjalan lancar
"Terimakasih semuanya"
Mas Yanto Myk.
saat membacakan geguritannya "Samin"
Mas Masnun
lantunkan lagu sisa banjir
Saat membacakan Guritnya "Atas Anin"
"ngik n ngok....diacara Purnama Sastra Jilid 4 di MCM Hotel n Resto"
Musikalisasi Puisi
"Asyiknya kebersamaan semalam bisa berekspresi meski hy mewakili atas
nama RSJ dlm musikalisasi puisi di acr Purnama Sastra...semangat meski
diguyur hujan"
" Membangun kesadaran utk berkomunitas yang menyegarkan tanpa memandang siapa figur dibaliknya............#seniagawerukun"
Sinta atau Cinta
dari "Sindikat Baca" Bojonegoro membacakan sepenggal cerpenya
Timur Budi Raja
Musikalisasi Puisi
Gampang Prawoto
G u R I T S U L U K
nalika
dadi dhalang
sulukmu ngelik, ngongang, ngumandhang
brantayudha tinandur jroning dhadha
pangalembana marang pandhawa
panyandra
ala mring bala kurawa
yogene
nalikane
dhapuk wayang
suluk-sulukmu
banter ringkike jaran
nyruput
kopi ndodhog cempala
nyulet
udut njejak kempyak
saka warung
siji menyang warung liyane
ana ngendi
kelir
pawayanganmu
nalikane
debog-debog bacut bosok
blencong
ora bisa nyipta ayang-ayang
mbedakake
becik klawan ala.
Bojonegoro, 29112014
"
PSB manggone pindhah-pindhah wiwit kutha tekan ngadesa-desa"
Semalam saya mengungkap di diskusi penghujung Acara Purnama Sastra
Bojonegoro ke-4 bahwa seniman-seniman Bojonegoro umumnya berintelenjesia
tinggi. Tidak hanya yang hadir pada acara bulanan saat malam bulan
purnama itu, tapi juga yang tidak hadir dan berkegiatan di luarnya. IQ
(intelligence quotient) berkesenian setidaknya. Rata-rata memang
demikian dan ini didukung oleh amunisi yang didapat di mana-mana di luar
Bojonegoro. Setelah keluar Bojonegoro mereka kembali dengan amunisi tidak main-main itu! Ambillah contoh Anas Ag
yang balik ke Bojonegoro dengan amunisi dari Fakultas Sastra UGM dan
aktivitasnya di Balairung media mahasiswa sastra UGM. Masnoen, Dadang
pelukis, Gampang Prawoto sastrawan Jawa, Herry Abdi Gusti
sastrawan Jawa, dan lain-lain ... Tambah pula yang tidak keluar
Bojonegoro tapi menekuni amunisinya dalam kota secara konsisten di dalam
kota, seperti sejumlah nama yang kini bercokol dalam dunia kesenian di
Bojonegoro. Keragaman IQ tinggi berkesenian ini rupanya tak serta-merta
membawa iklim berkesenian Bojonegoro kondusif dalam beberapa
kepengurusan Dewan Kesenian Bojonegoro bahkan kini Dewan Kebudayaan
Bojonegoro. Apa pasal? Rupanya benar kata orang, orang ber IQ tinggi
rata-rata kurang EQ (Emotional Quotient) yang berhuibungan dengan
masalah bersosial dengan orang lain. Makanya dibilang orang ber-IQ
tinggi rata-rata egois. Dan nyatanya demikian dalam hubungan aktivitas
berkesenian di Bojonegoro. Kerjasama yang dijalin rata-rata tidak
membangun dunia kesenian dan kebudayaan sebagai suatu kegiatan bersama
yang dimilki bersama. Alias, jalan sendiri-sendiri sesuai mau pelakunya
sendiri-sendirinya. Terfragmentasi di wilayah masing-masing, sedang
kerjasama dan kerja bersama di DKB yang dibangun sebagai wadah bersama:
mandeg.
Meski
mandeg wadah bersamanya, bukan berarti kegiatan berkesenian
masing-masing berhenti. Ya, mereka aktif setidaknya di komunitas
masing-masing. Dan pada acara-acara tertentu mereka bertemu dan terjadi
saling irisan kegiatan. Lomba, festival, acara perayaan dan peringatan
hari-hari penting tertentu, misalnya. Dan kini selama empat (4) bulan
berturut-turut, Purnama Sastra Bojonegoro menjadi oase yang menyegarkan
para pegiat kesinian dan sastra ini. Tidak berupa bentuk organisasi
kaku namun cair. Tanpa kepengurusan, semua yang hadir dan terlibat di
dalamnya dapat memiliki. Purnama Sastra bojonegoro benar-benar menjadi
wadah bersama tanpa ikatan yang membelenggu dan dapat hidup tanpa
tergantung pada instansi tertentu apalagi APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah). Setiap orang dapat ketempatan acara dan bertindak
sebagai tuan rumah sekaligus menyediakan konsumsi ala kadarnya, bahkan
air saja pun tidak masalahnya. Acara diberlangsungkan sesederhana
mungkin dengan gelaran di atas tikar di bawah temaram lampu atau bahkan
tidak, di bawah sinar bulan purnama. Atau di dalam ruang tertutup kala
hujan membasahi bumi. Kegiatan sebulan sekali setiap tanggal Jawa saat
bulan sedang bersinar purnama atau meskipun dihalang mendung dan hujan
sekalipun. Dan mereka dapat menampilkan segala macam pembacaan karya
sastra dan kesenian lain. Perayaan dan apresiasi menjadi sifat Purnama
Sastra ini. Siapapun dapat tampil tanpa memandang klas dan kualitas
berkeseniannya. Yang penting maju dan berkarya. Namun disadari soal
kualitas akan mengikuti dengan sendirinya dalam kebersamaan ini.
Masing-masing ada kemampuan untuk menilai karya masing-masing yang
ditampilkan dan secara alami ada kemauan dan perbaikan untuk
penampilan-penampilan selanjutnya pada Purnama Sastra-Purnama Sastra
berikutnya. Ya, hal ini sangat bersifat alami. Sekaligus dapat beredusir
aroma tidak sedap selama ini dalam sejarah kesenian di Bojonegoro yang
penuh dengan egoisme dari para pelaku yang secara individual ber-IQ
tinggi tersebut.
Budaya
yang tumbuh dan ditumbuhkan dalam Purnama Sastra Bojonegoro memang
bukan budaya fragmentasi dan persaingan tidak sehat antar kubu berdasar
nyinyirisme suka atau tidak suka yang telah merobek kebersamaan dalam
kepengurusan DKB-DKB sebelumnya bahkan sekarang. Budaya yang bertumbuh
secara alami di sini adalah budaya apresiasi dan berkarya tanpa
perbedaan. Budaya ini rupanya solusi untuk kekinian Bojonegoro yang
lebih kompleks dan plural dari segala sisi kehidupan di masyarakat.
Dengan berkarya dan apresiasi secara alami masing-masing terdorong
untuk membuat karya yang lebih bagus. Tumbuh dalam semangatnya mengikuti
kesadaran bahwa di luar Bojonegoro dunia kesenian dan kebudayaan pun
berkembang dan bergerak. Yang dihadapi para seniman dan pekerja seni dan
sastrawan Bojonegoro bukan hanya antar mereka sendiri tapi juga di luar
kota, provinsi, nasional dan global. Menempatkan peta Bojonegoro (dalam
hal ini kesenian, kebudayaan dan sastra) layak dan patut dalam skala
global, bukan lokal dalam satu kabupaten Bojonegoro tapi berhadapan dan
berhubungan dengan daerah lain bahkan skala nasional dan global itu!
Energi yang mengarah ke sini akan mereduksi energi negatif antar
golongan dan kelompok yang membunuh daya hidup hanya karena soal proyek
kesenian berdana pemerintah, dan sejenisnya yang selama ini terbukti
nyata ada di kota agraris yang menyilih rupa menjadi kota industri
minyak ini. Hal ini masih mungkin terjadi tapi tak begitu lagi terlalu
menyakiti para pelaku yang punya cara pandang baru dan lebih luas dalam
menghadapi pergerakan jaman. Kualitas yang terbangun dengan sendirinya
dengan jam terbang tinggi dalam Purnama Sastra-Purnama Sastra
mempertebal iman dan takwa berkesenian dan bersastra. Meski tidak
terlisankan ajang pendadaran kualitas, pasti ada penilaian mutu guna
perbaikan diri dalam diri masing-masing pelaku seni budaya sastra. Dan
mereka tetap aman dan nyaman dalam kebersamaan, mengekspresikan diri dan
menebus rindu setiap bulan untuk bersama melakoni dan menghayati seni
dan apresiasinya. Satu bulan cukup untuk rentang waktu menumbuhkan
kerinduan ini. Setelah masing-masing berkiprah, berpeluh lelah dan
berdarah-darah dalam mata pencaharian masing-masing di habitat
masing-masing, sebuah malam bulan purnama cukup untuk memberi gelaran
yang melegakan kebutuhan rohani dan spirit dalam kebersamaan yang
menghidupkan. Ya, ini berkat di sini ada kebersamaan, peningkatan
kualitas secara alami (yang bermanfaat secara luas dalam segala bidang
kehidupan juga secara luas) dan juga ada regenerasi.
|
|
|
| | | | | |
|
|
|
|
|
Sastra Bojonegoro Mtooh,,
BalasHapusdulur,,,dulur.. :D