Rabu, 04 Mei 2011

SUKET: Samudra Banyu Bening (1)

@ Suket   01
A                    

= Max Havelar, Sejarah Kelam Indies   

= Tohari dan Ronggeng Tak Pernah Mati


   









 

Samudra Banyu Bening 


Max Havelar, Sejarah Kelam Indies

Sabtu, 03 Juli 2010



Ya, aku bakal dibaca(Max Havelaar)    

Roman Max Havelaar karya Multatuli memasuki tahun ke 150 pada 2010 ini. Senin (12/4) lalu, Fakultas Ilmu Budaya UGM Jogjakarta menggelar peringatan 150 tahun Max Havelaar. Saya sempat diundang oleh almamater. Namun, saya tak bisa datang. Saya memilih membaca ulang Max Havelaar saat menikmati suasana sore yang mendung dengan kereta api Blora Jaya Senin lalu menuju Semarang. Sesampai di Semarang, saya sengaja turun stasiun Tawang. Keluar dari pintu stasiun, di sore yang gerimis, saya menikmati suasana Kota Lama Semarang yang dibangun Belanda. Gedung-gedung tua yang menjulang. Gereja Bledug yang masih kokoh. Saya membayangkan, satu sisi Belanda mampu membangun gedung-gedung sangat megah. Namun, di sisi lain, di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten nasib bangsa ini ditulis sangat tragis oleh Multatuli dalam Max Havelaar. Rakyat Lebak ditindas dan dihisap kekayaanya oleh kolonial Belanda.

Max Havelaar terbit pertama pada 1860 di Eropa. Buku ini di tulis pada 1859 pada musim dingin di Belgia. Karya ini diterjemahkan di berbagai negara Eropa. Untuk edisi Indonesia diterjemahkan oleh HB Jassin dan terbit kali pertama pada 1972.
Saya beruntung memiliki buku itu sejak SMA. Saya membeli toko buku legendaris di Solo, Budi Laksana. Kali pertama membaca, saya agak kurang paham. Maklum masih duduk di bangku SMA. Pemahaman saya tentang buku sejarah masih minim. Saya mendapatkan informasi Max Havelaar dari sebuah tulisan panjang tentang perayaan Max Havelaar pada sebuah koran nasional. Saya membeli Max Havelaar tapi saya tak tuntas saya membacanya.

Saat mengerjakan karya ilmiah sebagai persyaratan lulus SMA, saya menulis tentang sajak-sajak Rendra. Beruntung saya menemukan sebuah buku kumpulan puisi Rendra yang berjudul Orang-Orang Rangkasbitung. Puisi-puisi itu merupakan pembacaan Rendra atas roman Max Havelaar. Rendra dengan sikap tegas menolak kekuasaan yang korup. Kekuasaan harus membela rakyat seperti tokoh dalam Max Havelaar, Saijah dan Adinda

Syahwat saya membaca Max Havelaar bergelora kembali setelah membaca Orang-Orang Rangkasbitung. Lepas SMA saya tuntaskan lagi membaca Max Havelaar.
Sebenarnya apa itu isi Max Havelaar? Buku itu dari bab I-IV hanya menulis kehidupan suasana perdagangan utamanya kopi di Eropa, terutama Belgia-Belanda. Baru pada bab V, menceritakan kehidupan ekonomi masyarakat Lebak yang memprihatinkan.
Pada paragraf pertama bab V, Multatuli menulis jalan di Lebak sulit dilalui. Karena banyak jalan berlubang dan berlumpur. Hampir sama kondisinya dengan jalan berlubang di Bojonegoro saat ini. Digambarkan kereta kuda yang lewat di Lebak harus berhati-hati melalui jalan berlubang. Bacalah kutipan ini, perjalanan diteruskan beberapa waktu tergoncang-goncang, sampai datang lagi saat menyedihkan, kereta masuk lagi sampai ke asnya ke dalam Lumpur. Maka kedengaran minta tolong.

Yang menarik saat Multatuli masuk ke bab menceritakan kondisi Lebak adalah bercerita tentang jalan. Dia bercerita infrastuktur jalan. Soal infrastruktur jalan merupakan permasalahan di Indonesia hingga saat ini.
Bahkan, persoalan infrastruktur juga disinggung oleh CLM Penders dalam buku Bojonegoro 1900-1942: A Story of Endemic Poverty in North-east Java-Indonesia. Penders menulis kondisi Bojonegoro hampir sama dengan Lebak kedua di Hinda-Belanda seperti yang ditulis oleh Multatuli, yakni infrastruktur jelek dan dibelit kemiskinan.
Roman ini dibaca di seluruh Eropa. Dari roman ini, bangsa Eropa tahu, Belanda bukan sekadar menjajah tapi juga menghisap dan menindas bangsa Indonesia kebijakan Belanda menjajah Indonesia mendapat kritikan. Akhirnya, Belanda mengubah kebijakan dengan mengganti Tanam Paksa dengan Politik Etis. Sayang, kebijakan politik etis juga tak tuntas.
Membaca ulang Max Havelaar, seperti membaca alur cerita kolonial yang filmis. Kekuasaan cenderung arogan dan menindas. Namun, menjadi berkuasa harus berpijak kepada politik kesejahteraan.




samudrabanyubening










 
Rabu, 28 Juli 2010
 
Dua pekan lalu, saya berkunjung ke rumah dalang wayang krucil kuno, Mbah Soekijah di Desa Soko Kecamatan Temayang, saya teringat novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Dua tokoh perempuan yang hampir sama, yakni merawat seni tradisi. Mbah Soekijah tetap mendalang dengan wayang krucilnya dan Srintil tokoh utama dalam Ronggeng Dukuh Paruk yang setia menjadi seorang ronggeng desa.
Namun, kesetiaan merawat kesenian tradisional terasa langka pada era saat ini. Sebab, bukan hanya pemerintah yang kurang peduli, tapi juga laju kebudayaan makin meminggirkan mereka. Tapi, kesetiaan memang tak pernah mengenal musim dan zaman. Dia harus tetap dirawat agar tidak punah.
Awalnya, saya kurang akrab dengan karya-karya Ahmad Tohari. Tapi, novel Ronggeng Dukuh Paruk membuat saya jatuh hati. Sebuah cerita yang filmis tentang jalan hidup dan pergulatan penari ronggeng dengan zamannya. Seperti novel Para Priyayi karya Umar Kayam, Ahmad Tohari mampu menukik ke dalam persoalan psikologi tokoh dalam Ronggeng Dukuh Paruk. Jika novel Para Priyayi merupakan kitab sosiologi perubahan sosial kaum elit di Jawa. Maka Ronggeng Dukuh Paruk sebenarnya adalah kitab perubahan sosiologi masyarakat desa atau masyarakat kelas bawah. Bukan hanya perubahan kultural, tapi juga perubahan psikologi masyarakat desa.
***
Saya mengenal Ahmad Tohari saat SMA di Solo. Bukan dari karya sastranya tapi dari esai-esainya dalam Mas Mantri Gugat. Esai-esainya enak dibaca, mengangkat persoalan sosial dari kacamata masyarakat kelas bawah.
Saat kuliah, teman se kampus mengkaji novel Ronggeng Dukuh Paruk secara sosiologi menggunakan teori Michael Foucult. Saya tertarik membaca kajian itu. Jadilan saya membeli novel itu. Mak thek…rasanya di hati usai saya membaca novel itu, seorang Srinthil harus berjuang sendiri merawat seni tradisional ronggeng, apalagi kesenian ronggeng juga dicap sebagai pengikut partai terlarang pada awal Orde Baru. Bukan hanya itu, tarian ronggeng dianggap erotis sehingga dapat merusak moral generasi muda. Sehingga pergulatan Srintil cukup kompleks, merawat kesenian tradisional tapi dia juga berhadapan dengan masyarakat yang sok moralis dan pemerintah yang anti-kesenian.
Sayang, saya tidak lengkap dan tuntas membaca lanjutan dari Ronggeng Dukuh Paruk, yakni Lintang Kemukus Dini Hari dan Jentera Bianglala. Beberapa kali, saya ngubek-ngubek toko buku di Semarang tapi tidak menemukan dua novel lanjutan dari Ronggeng Dukuh Paruk itu.
Tapi untung, saya masih menemukan dua novel karya Ahmad Tohari lainnya, yakni Kubah dan Bekisar Merah. Dua novel yang juga menjadi karya besar dari Ahmad Tohari. Kubah pernah menyabet Penghargaan Yayasan Buku Utama pada 1981 dan diterjemahkan ke Bahasa Jepang. Sedangkan Bekisar Merah pernah menjadi cerita bersambung di harian Kompas.
Ahmad Tohari hingga kini masih setia tinggal di Banyumas. Ahmad Tohari enggan pindah ke kota atau Jakarta seperti penulis lainya. Dinamika sastra yang terus bergerak ternyata juga tak menyurutkan Ahmad Tohari meninggalkan Banyumas.
Ditengah gencarnya, karya sastra yang bertema tubuh dan bergaya surealis, saya masih merindukan karya sastra yang realis. Yang berbicara bukan hanya untuk diri sendiri dan kaumnya saja. Tapi juga menyuarakan hati nurani masyarakat yang terpinggirkan.
Seperti Ahmad Tohari masih setia menunggu ronggengnya yang tak pernah mati.



samudrabanyubening

 http://sastra-bojonegoro.blogspot.com/                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       on


1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    BalasHapus