sastra-bojonegoro.blogspot.com
Reporter: Hazhu Mutoharoh
blokBojonegoro.com - Deretan sketsa yang menggambarkan perjalanan keratifnya mulai dari tahun 1981 hingga 2013 dipajang apik dan elegan dalam pameran sketsa tunggal di Gedung Bakorwil Bojonegoro. Karya tersebut adalah milik putera daerah Bojonegoro,
Yusuf Susilo Hartono.
Yusuf yang juga seorang penulis itu adalah kelahiran Bojonegoro, 18 Maret 1958. Perjalanan hidupnya terbilang lengkap (meski tak pernah ada kata lengkap pada dirinya) karena ia juga seorang jurnalis. Ia mengawali karirnya sebagai jurnalis di Surabaya Post hingga akhirnya menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Visual Art.
Sejak kecil Yus (panggilan akrabnya) memang senang melukis. Hobinya ini mendapat tentangan keras dari ayahnya, Ahmad Taslim. Yus dilarang melukis karena dianggap haram dalam agama Islam. Ayahnya dulu menginginkan untuk menjadi seorang Guru.
"Kata Bapak, melukis benda hidup itu haram karena bisa menyamai Tuhan, tapi saya tetep melukis walaupun impian masuk ASRI gagal dan masuk di IKIP," kata pria asal Kecamatan Kalitidu ini.
Meski akhirnya ia menjadi guru PNS, namun keinginannya untuk kembali menjadi seniman sangatlah besar hingga ia memberontak dan memutuskan keluar dari PNS di Bojonegoro dan menjadi jurnalis.
Dalam perjalanan hidupnya di dunia seni rupa, banyak orang yang menyukai hasil lukisan pria dua putri ini. Hingga pada tahun 2008, lukisannya muncul di Pameran Besar Seni Rupa Indonesia 2008 Manifesto di Galeri Nasional Indonesia dan pameran warna-warni Indonesia di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki. Tahun 2012 ia mendapatkan penganugrahan Sastra Rancage di UNNES Semarang.
"Saya tidak akan bisa seperti ini jika tidak mau keluar dari zona aman saya, bakat itu hanya 1%, 99% adalah kemauan dan kerja keras," jelasnya.
Hanya satu yang ia sayangkan di Bojonegoro. Menurutnya sejak dulu Bojonegoro tidak ada gedung kesenian. Bahkan ada beberapa infrastruktur budaya yang hilang seperti panggung Terbuka Sasono Budoyo Sanestoro, yang dulunya menjadi panggung seni seluruh kecamatan di Bojonegoro.
Ia berharap wakil-wakil rakyat juga memperhatikan kebudayaan tidak hanya sekedar politik karena sebuah kota tidak lengkap tanpa kesenian. "Okelah mereka orasi dan ngomong banyak tentang politik, tapi cobalah ngomong tentang budaya mau dibawa kemana budaya kita ada masyarakat samin, ada api abadi dan sebagainya, mau dibawa kemana," pungkas Yusuf.[zhu/ang]
blokBojonegoro.com - Deretan sketsa yang menggambarkan perjalanan keratifnya mulai dari tahun 1981 hingga 2013 dipajang apik dan elegan dalam pameran sketsa tunggal di Gedung Bakorwil Bojonegoro. Karya tersebut adalah milik putera daerah Bojonegoro,
Yusuf Susilo Hartono.
Yusuf yang juga seorang penulis itu adalah kelahiran Bojonegoro, 18 Maret 1958. Perjalanan hidupnya terbilang lengkap (meski tak pernah ada kata lengkap pada dirinya) karena ia juga seorang jurnalis. Ia mengawali karirnya sebagai jurnalis di Surabaya Post hingga akhirnya menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Visual Art.
Sejak kecil Yus (panggilan akrabnya) memang senang melukis. Hobinya ini mendapat tentangan keras dari ayahnya, Ahmad Taslim. Yus dilarang melukis karena dianggap haram dalam agama Islam. Ayahnya dulu menginginkan untuk menjadi seorang Guru.
"Kata Bapak, melukis benda hidup itu haram karena bisa menyamai Tuhan, tapi saya tetep melukis walaupun impian masuk ASRI gagal dan masuk di IKIP," kata pria asal Kecamatan Kalitidu ini.
Meski akhirnya ia menjadi guru PNS, namun keinginannya untuk kembali menjadi seniman sangatlah besar hingga ia memberontak dan memutuskan keluar dari PNS di Bojonegoro dan menjadi jurnalis.
Dalam perjalanan hidupnya di dunia seni rupa, banyak orang yang menyukai hasil lukisan pria dua putri ini. Hingga pada tahun 2008, lukisannya muncul di Pameran Besar Seni Rupa Indonesia 2008 Manifesto di Galeri Nasional Indonesia dan pameran warna-warni Indonesia di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki. Tahun 2012 ia mendapatkan penganugrahan Sastra Rancage di UNNES Semarang.
"Saya tidak akan bisa seperti ini jika tidak mau keluar dari zona aman saya, bakat itu hanya 1%, 99% adalah kemauan dan kerja keras," jelasnya.
Hanya satu yang ia sayangkan di Bojonegoro. Menurutnya sejak dulu Bojonegoro tidak ada gedung kesenian. Bahkan ada beberapa infrastruktur budaya yang hilang seperti panggung Terbuka Sasono Budoyo Sanestoro, yang dulunya menjadi panggung seni seluruh kecamatan di Bojonegoro.
Ia berharap wakil-wakil rakyat juga memperhatikan kebudayaan tidak hanya sekedar politik karena sebuah kota tidak lengkap tanpa kesenian. "Okelah mereka orasi dan ngomong banyak tentang politik, tapi cobalah ngomong tentang budaya mau dibawa kemana budaya kita ada masyarakat samin, ada api abadi dan sebagainya, mau dibawa kemana," pungkas Yusuf.[zhu/ang]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar