Minggu, 29 Agustus 2010

CERPEN Lina Kelana "Aku, Kau dan Lelaki Itu"


AKU, KAU DAN LELAKI ITU
Lina Kelana

Aku, wanita yang tercacah peran. Sempurna belatinya mencabik dan mengoyak dagingku hingga tertinggal perih di ulu. Sendi sendi tulangku mulai keropos dan menguap. Memamah ngilu di denyut yang hanya bersisa degup tanpa jantung. Aroma anyir semerbak membumbung mengumumkan lambung lambung kosong yang kerontang. Menandai udara, panasnya mulai menyapa bersama hadirnya mentari setinggi kepala. Ketika senja bergegas mengganti siang, ngilu di lukaku menjadi lumer. Kemudian menghampa seperti hilangnya senyummu di balik kelambu. Sejak kusingkap musim yang lalu, sejak itulah kau letak bibirmu di ujung kisah. Tak bergerak, meski tawa telah menggodanya. Mengapa sengaja kau hanyutkan rindu itu di tempias sedihmu?

Kau, wanita bercadar yang membawa sepiring goyangan lalat di atas dentingan waktu. Mencumbui bumbu bumbu zaman yang tak lekang olehnya. Sinis kau saji di lipatan desau angin. Membawa keruh ke telaga sunyi agar bertapa dalam candu rindu. Dengan pasti kau lenggangkan cerita, kau lapisi dengan polesan madu, dan tak lupa kau susupkan empedu di dalam nanar matamu. Kau sembunyikan dia dalam ketiak kamarmu. Sungguh, kau biadab telah tumbangkan tahta. Melipatku dalam sela sela gigimu dan memintaku memandangi lidahmu yang mesra bercumbu dengan ludahmu. Sementara dia, kekasih jemariku, terkapar tak berdaya menunggu panggilan shubuh yang mengantarkan esok tak berdulang. sungguh, dia kan mati dalam unyahmu, Lelaki.

Aku dan kau, adalah wanita yang menjelma menjadi dia, seorang lelaki itu. Yang sekujur tubuhnya tergerus purnama. Setiap sesat ia sendukan dengan serumpun alasan klasik tanpa melebur kenicsayaan. Aku dan kau adalah lelaki itu. lelaki yang membiarkan keranda menggotong napas napasnya, mengikatnya kemudian menaburkannya di bebatuan padang pasir yang cadas. Kita adalah lelaki itu, yang dengan bangga mengacungkan telunjuk untuk memanah matahari, mencongkel matanya dan kemudian menguburnya dalam perut bumi.

Aku, kau, dan lelaki itu senantiasa berteriak menghujat para jibril yang menunaikan tugas malamnya. Sementara di siangnya kita sering mendengkur memaki rerumputan yang bergoyang mencari angin. Aku, kau, dan lelaki itu bukan sesiapa untuk menyebut nama dengan anyaman aku, kau, dan lelaki itu sendiri. Aku, kau, dan lelaki itu hanya seujung rumput yang berlari memanggil dingin untuk bekukan kata.

Babat, 10 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar