Minggu, 29 Agustus 2010

JFX Hoery, Sering Kunjungi Situs Bersejarah, Siap Terbitkan Dua Buku

JFX Hoery, Sastrawan Jawa yang Tinggal di Bojonegoro


Sastrawan Jawa yang tinggal di Kecamatan Padangan, JFX Hoery, selalu bersemangat saat diajak berbincang-bingang tentang kebudayaan. Selain menulis cerita cekak (cerkak) dan geguritan, Ketua Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB) itu, sekarang sering berkunjung ke lokasi situs peninggalan sejarah masa lalu di Bojonegoro.

Terik matahari menyengat di lokasi wisata Kahyangan Api pekan lalu. Api abadi Kahyangan Api menyala-nyala. Dengan menenteng kamera, berkaus putih, dan bertopi, JFX Hoery tetap bersemangat untuk menemani arkeolog dari Universitas Udayana, Rochtri Agung Bawono. Keduanya melihat sejumlah situs di sekitar Kahyangan Api.

Sesekali, Hoery memotret situs di sekitar Kahyangan Api. Di lokasi Kahyangan Api, bukan hanya ada api abadi. Peninggalan bekas persemedian juga ada di lokasi tersebut. Sekitar 300 meter ke barat Kahyangan Api, terdapat tumpukan batu bata yang diduga bekas peninggalan Eyang Kriyokusumo. Persemedian itu dibangun pada zaman kerajaan Majapahit sekitar abad ke-XVI.

''Kegiatan sekarang saya ini, selain menulis ya jalan-jalan mengunjungi lokasi sejumlah situs bersejarah,'' kata Hoery kepada Radar Bojonegoro.

Kunjungan dia ke sejumlah situs bersejarah merupakan bagian dari menggali ide untuk karyanya. Hoery adalah salah satu sastrawan Jawa di Indonesia. Karya-karya JFX Hoery tersebar di sejumlah media berbahasa Jawa seperti Joyoboyo, Penjebar Semangat (PS), dan Mekar Sari. ''Dalam satu tahun, saya dijatah dua-tiga cerkak, begitu juga di majalah lain,'' ujar peraih penghargaan Rancage, penghargaan khusus untuk sastrawan yang bergelut di bidang sastra daerah, pada 2004 itu.

Cerkak dan geguritan karya sastrawan yang lahir 7 Agustus 1945 ini bukan hanya diminati penggemar Sastra Jawa di Indonesia. Juga dibaca penggemar Sastra Jawa di Belanda dan Australia.

George Quinn, salah satu peneliti dari Universitas Canberra, Australia, saat ini intens meneliti sejumlah karya JFX Hoery tersebut. ''Beberapa waktu lalu, minta kiriman buku karya saya,'' tutur salah satu penulis buku kumpulan cerkak Banjire Wis Surut ini.

Saat ini, Hoery menyiapkan dua buku kumpulan cerkak. Dia sudah memberi judul dua buku itu. Yakni Kabuncang Ing Pangengan dan Tandure Wis Sumilir. ''Isi buku sudah siap tapi belum ada sponsor yang menerbitkannya,'' kata peraih penghargaan Budayawan Jawa tahun 2007 ini.

Minimnya penggunaan bahasa Jawa di lingkup pendidikan, mendapat perhatian Hoery. Padahal, bahasa Jawa telah diatur masuk kurikulum sekolah. ''Tapi masih banyak sekolah yang tidak memasukkan bahasa Jawa dalam kurikulum,'' kata dia. (*Anas AG, Bojonegoro)

Radar Bojonegoro, [Sabtu, 23 Agustus 2008]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar