Senin, 13 September 2010

Novel: Yonatan Raharjo “Lanang”

      Pemenang Sayembara Novel 
                        DKJ 2006
____________________________________________________________

.

Yonatan Raharjo

                       Persembahkan Novel 

                                    "Lanang"


June 30, 2008


SINOPSIS: Doktor Dewi seorang antek korporasi asing. Berkepentingan memasok produk rekayasa genetika dari luar negeri, dia ciptakanlah hewan transgenik penyebar virus penyakit, Burung Babi Hutan. Sejak kemunculan makhluk aneh ini, area peternakan sapi perah tempat Lanang bekerja tiba-tiba terserang penyakit gaib. Ribuan sapi mati. Warga pun gempar.
Bersama pemerintah dan masyarakat, Lanang, dokter hewan yang cerdas, obsesif, dan melankolis, sibuk mencari tahu sebab kematian sapi perah. Seminar dan penelitian dilakukan, tapi penyakit misterius tak kunjung ketemu. Usaha ilmiah pun menemui jalan buntu. Lalu, mengemukalah isu dari seorang dukun hewan bahwa biang keladi kematian sapi adalah Burung Babi Hutan, makhluk jadi-jadian. Polemik mistikisme tradisional versus bioteknologi modern pun menambah ruwet persoalan. Akankah proyek Doktor Dewi berjalan mulus?
Ditulis dalam gaya thriller, plot cerita novel ini sungguh menegangkan. Karakter tokoh-tokohnya pun rumit dan penuh intrik. Dengan pendekatan konspirasi, karya ini menjadi bacaan kritis bagi yang tertarik pada isu-isu sosial, psikologi, bioteknologi, dan politik kesehatan.



KUTIPAN PUJIAN:
”Membaca novel ini, saya segera merasakan kemiripannya dengan kesusastraan Eropa abad ke-20, misalnya novel Prancis Plague (Penyakit Pes) karya Albert Camus atau karya-karya Géza Csáth dalam kesusastraan Hungaria: kita harus menghadapi kehadiran simbolik, mistik, rasional, dan irasional secara bersamaan. Sebagai ”pemula” dalam kesusastraan Indonesia, saya membandingkannya dengan Harimau–Harimau karya Mochtar Lubis. Musikalitas dan plastisitas deskripsi dalam novel ini luar biasa, seperti skenario film!”
—Mihaly Illes, Duta Besar Hungaria untuk Indonesia

“Yonathan seperti Taufiq Ismail yang juga dokter hewan, sama dengan Asrul Sani idem ditto dokter hewan. Ditarik lebih jauh ke masa lampau, Marah Rusli, pengarang roman Siti Nurbaya, pun dokter hewan. Saya pikir, tentu ada sesuatu yang “spesial” dengan dokter hewan. Bisa bersajak, bisa mengarang.
… Saya pikir, Yonathan ini wong edan, gendheng, gilo-gilo baso, sifat yang melahirkan kreativitas, orisinalitas. Kukirim sajakku padamu Yonathan. Bunyinya: Katakan beta/manatah batas/antara gila/dengan waras.”
—Rosihan Anwar, Tabloid Cek & Ricek

“Kekuatan utama novel ini terletak pada wawasan baru yang mewarnainya. Rumit tapi…. Sangat menarik.”
—Ahmad Tohari, novelis
“Novel yang kaya dan dalam, menampilkan berbagai wajah dan genre yang beberapa di antaranya belum dirambah pengarang Indonesia lain: sains, thriller, sosial, psikologi.”
—Prof. Dr. Apsanti Djokosujatno, Guru Besar Sastra Universitas Indonesia
”Ada beberapa dokter hewan yang terjun dan bergelut di dunia sastra. Tetapi, agaknya, hanya (Dokter Hewan) Yonathan Rahardjo yang coba memperkaya sastra Indonesia dengan rekayasa genetika sebagai bagian dari pengucapan literernya melalui novel Lanang.”
—Martin Aleida, wartawan Tempo 1971-1984

“Penyair yang dokter hewan ini dikenal dengan puisi-puisi kontekstual dan sosialnya. Kritik-kritiknya tajam, kendati dibalut dengan bahasa yang telanjang.”
—Kompas

“Lanang adalah perpaduan mengejutkan antara eksperimen biologi mutakhir dengan alam spiritual tradisional. Kerumitan alur cerita, keterampilan bahasa, dan kompleksitas psikologi yang ditampilkannya adalah tawaran gelagat baru yang menakjubkan dalam denyut sastra Indonesia mutakhir.”
—Prof. Dr. I. Bambang Sugiharto, Guru Besar Filsafat Universitas Parahyangan

“Jalinan cerita dan tokohnya memang buah imajinasi, tapi latar belakang teknologi dan konspirasi global (yang jadi setting ceritanya) boleh jadi mendekati kenyataan. Gabungan fiksi dan kenyataan yang membuat masyarakat perlu berpikir ulang ihwal teknologi!”
—Hira Jhamtani, pengamat kehidupan, Gianyar, Bali

“Cara bercerita dalam novel Lanang memperkaya khazanah susastra Indonesia, sebuah cara penceritaan yang baru, rinci, telaten, merayap, namun arahnya pasti dan penuh kejutan.
Penceritaan hal-hal sensitif, yang menjadi kontroversi berbagai pihak dalam konteks sastra dan moralitas sastra Indonesia, mampu disampaikan secara terbuka dan terus terang namun tidak blak-blakan dan vulgar, dikemas dalam kata dan kalimat indah khas susastra, dengan tetap menjaga dan mempertahankan greget suasana dan makna.
Konflik kejiwaan dan karakter tokoh utama ditampilkan secara mendalam, menghadirkan konflik itu terasa nyata, dan memang sebetulnya mewakili kondisi kejiwaan dan spiritualitas manusia Indonesia pada umumnya dalam menghadapi masalah yang menyangkut kepentingan bangsa.”
—Ahmadun Yosi Herfanda, Redaktur Budaya Harian Republika

“Novel ini menggarap satu tema yang sangat menantang: rekayasa genetika. Sebuah tema yang memerlukan pengetahuan khusus dan kecakapan menulis yang lebih dari cukup. Dalam beberapa hal, sang pengarang telah memenuhinya. Selebihnya, biar sidang pembaca yang menilai.”
—Zen Hae, penulis sastra, Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta

“Yonathan Rahardjo, seorang dokter hewan lulusan Universitas Airlangga Surabaya, memilih berkecimpung di dunia tulis-menulis ketimbang berpraktek sebagai dokter hewan….
Dari semua tulisan yang dibuatnya, Yonathan menyadari dirinya cenderung menyukai tulisan-tulisan yang mengungkap rasa, yaitu tulisan sastra, bukan berita ilmiah ataupun laporan, tapi bahasa indah yang di dalamnya ada prosa dan puisi, yang punya benang merah dengan apa yang ia lakukan waktu kecil.”
—Bisnis Indonesia

”Novel (Dokter Hewan) Lanang mengangkat kisah kemanusiaan dokter hewan dan seluk-beluknya secara rinci, gamblang dan imajinatif dalam menyelidiki misteri kematian hewan dalam jumlah besar, yang memengaruhi hajat hidup masyarakat dan bangsa.
Jatuh bangunnya Drh. Lanang dalam menyelidiki kasus penyakit penyebab kematian hewan itu merupakan cermin apa yang sesungguhnya terjadi di bidang kedokteran hewan dan peternakan di tanah air, dengan menggunakan dasar ilmiah dan dikembangkan sebagai fiksi dengan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.
Novel yang patut menjadi bacaan “wajib” bagi kalangan kedokteran hewan dan peternakan serta peminat seni sastra pada umumnya. Penyajiannya sangat inspiratif dan menjadi jembatan emas antara dunia ilmiah kedokteran hewan dan dunia kemanusiaan (humaniora).”
—Prof. Drh. Charles Ranggatabbu, MSc, PhD, pakar Kedokteran Hewan, Guru Besar dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Jogjakarta

“’Kita kembali pada karya sastra saja,’ ujar Yonathan Rahardjo, salah satu pemenang sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta. Karyanya adalah salah satu di antara pilihan juri yang mencengangkan publik sastra karena realisme hampir nampak dalam karya para pemenang ini.”
—Sihar Ramses Simatupang, Sinar Harapan

“Yonathan Rahardjo selama ini mencermati berbagai tema kehidupan, seperti kehidupan politik yang bobrok, porak porandanya lingkungan, dan berbagai kenyataan sosial lainnya. Semua itu dicurahkannya….”
—Warta Kota

“Sebuah roman yang akan membawa kita meruntuhkan blokade terhadap orang lain sebagai impersonalitas menuju sesuatu yang personal dengan menciptakan ruang intim. Orang lain hadir dengan berbagai “cara memahami” sebagai warisan budaya dalam menetapkan berbagai definisi berikut batas-batas kategori dan klasifikasi yang kaku. Roman ini mendobrak batas-batas itu dan menjadikan semua tokoh ceritanya sebagai cermin yang dalam untuk menjenguk diri kita sebagai manusia dengan kecemasan, harapan, rasa sakit, dan cinta.”
—Wicaksono Adi, kritikus seni, Juara I Lomba Kritik Sastra Dewan Kesenian Jakarta 2004
————

Tidak ada komentar:

Posting Komentar